LAPORAN PENDAHULUAN
A.
Masalah Utama
Perubahan Persepsi
Sensori: Halusinasi
B.
Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis,
1993).
2. Teori yang Menjelaskam
Halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995)
a)
Teori Biokimia
Terjadi sebagai respons metabolism terhadap stress yang
mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan
dimethytransferase)
b)
Teori Psikoanalisis
Merupakam respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar
yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
3. Jenis Halusinasi serta
Data Objektif dan Subjektif
Berikut akan dijelaskan
mengenai cirri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien dengan halusinasi
Jenis
Halusinasi
|
Data
Objektif
|
Data
Subjektif
|
Halusinasi
Dengar
(klien
mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang
nyata atau lingkungan)
|
·
Bicara atau tertawa sendiri
·
Marah-marah tanpa sebab
·
Mendekatkan telinga ke arah tertentu
·
Menutup telinga
|
·
Mendengar suara-suara atau kegaduhan
·
Mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap
·
Mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
|
Halusinasi
penglihatan
(klien
melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus yang nyata
dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya).
|
·
Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
·
Ketakutan pada sesuatu yang tidak
jelas
|
Melihat
bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau monster.
|
Halusinasi
penciuman
(klien
mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata)
|
·
Mengendus-endus seperti sedang membaui
bau-bauan tertentu
·
Menutup hidung
|
Membaui
bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan terkadang bau-bau tersebut
menyenangkan bagi klien.
|
Halusinasi
pengecapan
(klien
merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang
tidak enak)
|
·
Sering meludah
·
Muntah
|
Merasakan
rasa seperti darah, urine, atau feses.
|
Halusinasi
perabaan
(klien
merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata)
|
Menggaruk-garuk
permukaan kulit.
|
·
Mengatakan ada serangga di permukaan
kulit .
·
Merasa seperti tersengat listrik.
|
Halusinasi
Kinestetik
(klien
merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak).
|
Memegang
kakinya yang dianggapnya bergerak sendiri.
|
Mengatakan
badannya melayang di udara.
|
Halusinasi
Viseral
(perasaan
tertentu timbul).
|
Memegang
badannya yang dianggapnya berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya.
|
Mengatakan
perutnya menjadi mengecil setelah minum soft
drink.
|
4.
Faktor
Predisposisi
Faktor
predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik
dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi factor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetik.
a) Faktor
Perkembangan
Jika tugas
perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka
individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b) Faktor
Sosiokultural
Berbagai factor
di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang
tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.
c) Faktor
Biokimia
Mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stress
yang berleihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik nuorokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase
(DMP).
d) Faktor
Psikologis
Hubungan
interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang
sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang
tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
e) Faktor
Genetik
Gen yang
berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan
bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
5.
Faktor
Presipitasi
Factor
presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya.
Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok,
terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga
suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
6.
Perilaku
Respon
klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah
dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi
dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai berikut.
a) Dimensi
Fisik
Manusia dibangun
oleh system indra untuk menanggapi rangsangan eksternal yang diberikan oleh
lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi
Emosional
Perasaan cemas
yang berlebihan karena problem atau masalah yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
c) Dimensi
Intelektual
Dimensi
intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat
tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi
Sosial
Dimensi social
pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan kecenderungan untuk
menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social, control diri, dan harga
diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system
control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, ,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pada klien
yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan
agar klien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e) Dimensi
Spiritual
Manusia
diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia
lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami halusinasi
cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak sadar
dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi system control dalam individu
tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control
terhadap kehidupan nyata.
7.
Sumber
Koping
Sumber
koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping
yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk
menyelesaikan masalah. Dukungan social dan keyakinan budaya dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang efektif.
8. Mekanisme
Koping
Mekanisme
koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang
digunakan untuk melindungi diri.
9.
Tahapan
Halusinasi
Tahap
|
Ciri-ciri
|
Perilaku yang
dapat diobservasi
|
Comforting
Halusinasi
menyenangkan,
Cemas ringan
|
Klien yang
berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian, rasa
bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk menghilangkan kecemasan. Seseorang mengenal bahwa pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kesadaran control jika kecemasan tersebut
bisa dikelola.
|
Tersenyum
lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
Menggerakan
bibir tanpa membuat suara
Pergerakan
mata yang cepat
Respon verbal
yang lambat seperti asyik
Diam dan
tampak asyik
|
Comdemning
Halusinasi
menjijikan,
Cemas sedang
|
Penngalaman
sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi mulai merasa
kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri, serta merasa malu
dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.
|
Ditandai
dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang menunjukan kecemasan
misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Rentang
perhatian menjadi sempit
Asyik dengan
penngalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realitas.
|
Controlling
Pengalaman
sensori berkuasa,
Cemas berat
|
Klien yang
berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya. Isi
halusinasi bisa menjadi menarik/meimkat. Seseorang mungkin mengalami kesepian
jika pengalaman sensori berakhir.
|
Arahan yang
diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien tetapi
mungkin akan diikitu/dituruti
Klien
mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
Rentang
perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
Tampak tanda
kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah.
|
Conquering
Melebur dalam
pengaruh halusinasi,
Panic
|
Pengalaman
sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi.
Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada
intervensi terapeutik
|
Perilakku
klien tampak seperti dihantui terror dan panic
Potensi kuat
untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
Aktifitas
fisik yang digambarkan klien menunjukan isi dari halusinasi misalnya klien
melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia
Klien tidak
dapat berespon pada arahan kompleks
Klien tidak
dapat berespon pada lebih dari satu orang
|
C.
Pohon
Masalah
Effect Risiko Tinggi Perilaku
Kekerasan
|
Causa Isolasi
Sosial
Harga
Diri Rendah Kronis
D.
Masalah
Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
3. Isolasi social
4. Harga
Diri Rendah Kronis
E.
Data
yang Perlu Dikaji
Masalah Keperawatan
|
Data yang Perlu Dikaji
|
Perubahan
persepsi sensori: halusinasi
|
Subjektif:
a)
Klien mengatakan mendengar sesuatu
b)
Klien mengatakan melihat bayangan
putih
c)
Klien mengatakan dirinya seperti
disengat listrik
d)
Klien mencium bau-bauan yang tidak
sedap, seperti feses
e)
Klien mengatakan kepalanya melayang di
udara
f)
Klien mengatakan dirinya merasakan ada
sesuatu yang berbeda pada dirinya.
Objektif:
a)
Klien terlihat bicara atau tertawa
sendiri saat dikaji
b)
Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c)
Berhenti bicara di tengah-tengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d)
Disorientasi
e)
Konsentrasi rendah
f)
Pikiran cepat berubah-ubah
g)
Kekacauan alur pikiran
|
F.
Diagnosis
Keperawatan
Perubahan Sensori Persepsi: halusinasi
G.
Rencana
Tindakan Keperawatan
1) Tindakan Keperawatan pada klien
a) Tujuan tindakan untuk klien adalah
sebagai berikut
1. Klien dapat mengenal halusinasi yang
dialaminya
2. Klien dapat mengontrol halusinasinya
3. Klien mengikuti program pengobatan
secara optimal
b) Tindakan Keperawatan
1.Membantu klien mengenal halusinasi
Dalam membantu klien mengenal
halusinasinya, perawat dapat berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi
(apa yang didengar, dilihat atau dirasa), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan terjadinya halusinasi, dan
respon klien saat halusinasi itu muncul.
2. Melatih klien mengontrol halusinasi
a.
Menghardik halusinasi
~ Menjelaskan cara menghardik
halusinasi
~ Memperagakan cara menghardik
~ Meminta klien memperagakan ulang
~ Memantau penerapan cara, menguatkan
perilaku klien.
b.
Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain
dapat membantu mengontrol halusinasi, ketika klien bercakap-cakap dengan orang
lain terjadi distraksi yaitu focus perhatian klien akan beralih dari halusinasi
ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Anjurkan atau ingatkan kepada
klien bahwa ketika waktu-waktu yang diperkirakan sebagai waktu halusinasi
tersebut muncul maka kien diharapkan langsung mencari teman untuk
bercakap-cakap.
c.
Melakukan aktivitas yang terjadwal
~ Menjelaskan pentingnya aktivitas
yang teratur untuk mengatasi halusinasi
~ Mendiskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan klien
~ Melatih klien melakukan aktivitas
~ Menyusun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan agar klien
memiliki aktivitas muali dari bangun pagi sampai dengan tidur malam.
d.
Minum obat secara teratur
~ Jelaskan kegunaan obat
~ Jelaskan akibat putus obat
~ Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
~ Jelaskan cara minum obat dengan
prinsip 6B plus.
2) Tindakan Keperawatan pada Keluarga
Klien
a)
Tujuan tindakan untuk keluarga
Keluarga dapat merawat klien di
rumah dan menjadi system pendukung yang efektif untuk klien.
b)
Tindakan keperawatan
Keluarga
merupakan factor vital dalam penanganan klien gangguan jiwa di rumah. Hal ini
mengingat keluarga adalah system pendukung terdekat dan orang yang bersama-sama
dengan klien selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan apakah klien akan kambuh
atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat
klien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian,
jika keluarga tidak mampu merawat maka klien akan kambuh, bahkan untuk
memulihkannya kembali akan sangat sulit. Oleh karena itu, perawat harus melatih
keluarga klien agar mampu merawat klien gangguan jiwa di rumah.
Pendidikan
kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama
adalah menjelaskan tentang masalah yang dialami oleh klien dan pentingnya peran
keluarga untuk mendukung klien. Tahap kedua adalah melatih keluarga untuk
merawat klien, dan tahap ketiga yaitu melatih keluarga untuk merawat klien
langsung.
Informasi
yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami oleh klien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, cara merawat klien halusinasi (cara berkomunikasi,
pemberian obat, dan pemberian aktivitas kepada klien), serta sumber-sumber
pelayanan kesehatan yang bisa dijngkau.
STRATEGI
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Ø
Masalah : Perubahan Persepsi Sensori:
Halusinasi
Ø
Pertemuan : Ke- 1 (Pertama)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien
terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan
telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar
suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap,
dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.
2. Diagnosis Keperawatan
Perubahan
Persepsi Sensori: Halusinasi
3. Tujuan Khusus/SP 1
a.
Klien dapat membina
hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.
1)
Ekspresi wajah
bersahabat
2)
Menunjukkkan rasa
senang
3)
Klien bersedia diajak
berjabat tangan
4)
Klien bersedia
menyebutkan nama
5)
Ada kontak mata
6)
Klien bersedia duduk
berdampingan dengan perawat
7)
Klien bersedia
mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b.
Membantu klien mengenal
halusinasinya
c.
Mengajarkan klien
mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi
4.
Rencana Tindakan
Keperawatan
a.
Bina hubungan saling
percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1)
Sapa klien dengan ramah
baik verbal maupun nonverbal
2)
Perkenalkan diri dengan
sopan
3)
Tanyakan nama lengkap
klien dan nama panggilan yang disukai klien
4)
Jelaskan tujuan
pertemuan
5)
Jujur dan menepati
janji
6)
Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa adanya
7)
Beri perhatian kepada
klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.
b.
Bantu klien mengenal
halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi, situasi
pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
c.
Latih klien untuk
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan yang dapat
dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
1)
Jelaskan cara
menghardik halusinasi
2)
Peragakan cara
menghardik halusinasi
3)
Minta klien
memperagakan ulang
4)
Pantau penerapan cara
ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang sesuai
5)
Masukkan dalam jadwal
kegiatan klien
B.
Strategi
Komunikasi Pelaksanaan
1. Orientasi
a.
Salam Terapeutik
“Selamat pagi,
assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu? Nama Saya………….. boleh
panggil Saya……… Saya Mahasiswa Keperawatan……………………………………………………. Saya sedang
praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau
boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b.
Evaluasi/validasi
“Bagaimana
perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan tidak?”
c.
Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu
tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol
apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini
Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama
kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit?
Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita
duduk? Di teras? Di kursi panjang itu, atau mau di mana?”
2.
Kerja
“Apakah Ibu
mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang
dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu
melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa
yang kelihatan?”
“Apakah
terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling
sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali
sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa,
apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu
rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu
lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu
lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan
cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau
kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat
cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan
menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan
kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum
obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau
kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti
ini:
1)
Saat suara-suara itu
muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau dengar ……………… Saya tidak mau
dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar
lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah
bisa.”
2)
Saat melihat bayangan itu
muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau lihat………………. Saya tidak mau
lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi.
Coba Ibu peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3.
Terminasi
a. Evaluasi
subjektif
“Bagaimana
perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan latihan
tadi?”
b. Evaluasi
objektif
“Setelah kita
ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan pembicaraan kita
tadi.”
“Coba sebutkan
cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak muncul lagi.”
c. Rencana
tindak lanjut
“Kalau bayangan
dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut! Bagaimana
kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien).
d. Kontrak
yang akan datang
1) Topik
“Ibu, bagaimana
kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan orang lain saat
bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira
waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira
tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………
DAFTAR PUSTAKA
Fitria,Nita.2009.
Prinsip
Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
HALUSINASI
OLEH :
WENSESLAUS AMSIKAN
06110276
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SURYA MITRA HUSADA KEDIRI
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dengan halusinasi
telah disetujui pada:
Hari :
Tanggal :
Mahasiswa,
( Wenseslaus Amsikan )
Mengetahui,
Pembimbing Lahan, Pembimbing Akademik,
( ) ( )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar