Sabtu, 09 November 2013

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI



LAPORAN PENDAHULUAN

A.             Masalah Utama
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
B.              Proses Terjadinya Masalah
1.      Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis, 1993).

2.      Teori yang Menjelaskam Halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995)
a)      Teori Biokimia
Terjadi sebagai respons metabolism terhadap stress yang mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransferase)
b)      Teori Psikoanalisis
Merupakam respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

3.      Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif
  Berikut akan dijelaskan mengenai cirri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien dengan halusinasi





Jenis Halusinasi
Data Objektif
Data Subjektif
Halusinasi Dengar
(klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata atau lingkungan)
·        Bicara atau tertawa sendiri
·        Marah-marah tanpa sebab
·        Mendekatkan telinga ke arah tertentu
·        Menutup telinga
·         Mendengar suara-suara  atau kegaduhan
·         Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
·         Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
Halusinasi penglihatan
(klien melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya).
·         Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
·         Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau monster.
Halusinasi penciuman
(klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata)
·         Mengendus-endus seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
·         Menutup hidung
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien.
Halusinasi pengecapan
(klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak)
·        Sering meludah
·        Muntah
Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
Halusinasi perabaan
(klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata)
Menggaruk-garuk permukaan kulit.
·         Mengatakan ada serangga di permukaan kulit .
·         Merasa seperti tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik
(klien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak).
Memegang kakinya yang dianggapnya bergerak sendiri.
Mengatakan badannya melayang di udara.
Halusinasi Viseral
(perasaan tertentu timbul).
Memegang badannya yang dianggapnya berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya.
Mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah minum soft drink.

4.      Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetik.

a)    Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b)   Faktor Sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.
c)    Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stress yang berleihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik nuorokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
d)   Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
e)    Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

5.       Faktor Presipitasi
Factor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
6.      Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai berikut.
a)      Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b)      Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
c)      Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d)     Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social, control diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, ,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e)      Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi system control dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control terhadap kehidupan nyata.
7.      Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan social dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif.
8.      Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
9.      Tahapan Halusinasi
Tahap
Ciri-ciri
Perilaku yang dapat diobservasi
Comforting
Halusinasi menyenangkan,
Cemas ringan
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan. Seseorang mengenal bahwa pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kesadaran control jika kecemasan tersebut bisa dikelola.
Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
Menggerakan bibir tanpa membuat suara
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat seperti asyik
Diam dan tampak asyik
Comdemning
Halusinasi menjijikan,
Cemas sedang
Penngalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri, serta merasa malu dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.
Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang menunjukan kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Rentang perhatian menjadi sempit
Asyik dengan penngalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.
Controlling
Pengalaman sensori berkuasa,
Cemas berat
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik/meimkat. Seseorang mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori berakhir.
Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien tetapi mungkin akan diikitu/dituruti
Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah.
Conquering
Melebur dalam pengaruh halusinasi,
Panic
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi terapeutik
Perilakku klien tampak seperti dihantui terror dan panic
Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukan isi dari halusinasi misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia
Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks
Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang

C.    Pohon Masalah

Effect                           Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan


 



Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
 
Care Problem            


 



Causa                                                  Isolasi Sosial


 



                                                Harga Diri Rendah Kronis


D.    Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.      Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
2.      Perubahan persepsi sensori : halusinasi
3.      Isolasi social
4.      Harga Diri Rendah Kronis
E.     Data yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan
Data yang Perlu Dikaji
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
Subjektif:
a)    Klien mengatakan mendengar sesuatu
b)   Klien mengatakan melihat bayangan putih
c)    Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
d)   Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses
e)    Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
f)    Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda pada dirinya.

Objektif:
a)     Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
b)    Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c)     Berhenti bicara di tengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d)    Disorientasi
e)     Konsentrasi rendah
f)     Pikiran cepat berubah-ubah
g)    Kekacauan alur pikiran


F.     Diagnosis Keperawatan
Perubahan Sensori Persepsi: halusinasi

G.    Rencana Tindakan Keperawatan
1)   Tindakan Keperawatan pada klien
a)    Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut
1. Klien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya
2.  Klien dapat mengontrol halusinasinya
3.   Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
b)   Tindakan Keperawatan
1.Membantu klien mengenal halusinasi
Dalam membantu klien mengenal halusinasinya, perawat dapat berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar, dilihat atau dirasa), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan terjadinya halusinasi, dan respon klien saat halusinasi itu muncul.
2. Melatih klien mengontrol halusinasi
a.    Menghardik halusinasi
~     Menjelaskan cara menghardik halusinasi
~     Memperagakan cara menghardik
~     Meminta klien memperagakan ulang
~     Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku klien.
b.    Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi, ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain terjadi distraksi yaitu focus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Anjurkan atau ingatkan kepada klien bahwa ketika waktu-waktu yang diperkirakan sebagai waktu halusinasi tersebut muncul maka kien diharapkan langsung mencari teman untuk bercakap-cakap.
c.    Melakukan aktivitas yang terjadwal
~     Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
~     Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan klien
~     Melatih klien melakukan aktivitas
~     Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan agar klien memiliki aktivitas muali dari bangun pagi sampai dengan tidur malam.
d.    Minum obat secara teratur
~     Jelaskan kegunaan obat
~     Jelaskan akibat putus obat
~     Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
~     Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 6B plus.

2)          Tindakan Keperawatan pada Keluarga Klien
a)         Tujuan tindakan untuk keluarga
Keluarga dapat merawat klien di rumah dan menjadi system pendukung yang efektif untuk klien.
b)        Tindakan keperawatan
       Keluarga merupakan factor vital dalam penanganan klien gangguan jiwa di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah system pendukung terdekat dan orang yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan apakah klien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika keluarga tidak mampu merawat maka klien akan kambuh, bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat sulit. Oleh karena itu, perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien gangguan jiwa di rumah.
       Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah yang dialami oleh klien dan pentingnya peran keluarga untuk mendukung klien. Tahap kedua adalah melatih keluarga untuk merawat klien, dan tahap ketiga yaitu melatih keluarga untuk merawat klien langsung.
       Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh klien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat klien halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian aktivitas kepada klien), serta sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijngkau.














STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Ø   Masalah           : Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
Ø   Pertemuan       : Ke- 1 (Pertama)
A.      Proses Keperawatan
1.    Kondisi
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.

2.    Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

3.    Tujuan Khusus/SP 1
a.    Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.
1)      Ekspresi wajah bersahabat
2)      Menunjukkkan rasa senang
3)      Klien bersedia diajak berjabat tangan
4)      Klien bersedia menyebutkan nama
5)      Ada kontak mata
6)      Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7)      Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b.    Membantu klien mengenal halusinasinya
c.    Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi
4.    Rencana Tindakan Keperawatan
a.       Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1)        Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2)        Perkenalkan diri dengan sopan
3)        Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4)        Jelaskan tujuan pertemuan
5)        Jujur dan menepati janji
6)        Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7)        Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.
b.      Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
c.       Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
1)        Jelaskan cara menghardik halusinasi
2)        Peragakan cara menghardik halusinasi
3)        Minta klien memperagakan ulang
4)        Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang sesuai
5)        Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

B.     Strategi Komunikasi Pelaksanaan
1.      Orientasi
a.         Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu? Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa Keperawatan……………………………………………………. Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b.        Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan tidak?”
c.         Kontrak
1)      Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”
2)      Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3)      Tempat
“Di mana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu, atau mau di mana?”

2.      Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1)        Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau dengar ……………… Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
2)        Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3.      Terminasi
a.    Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan latihan tadi?”
b.    Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak muncul lagi.”
c.    Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien).
d.   Kontrak yang akan datang
1)   Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2)   Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”
3)   Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………

DAFTAR PUSTAKA

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
























LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
HALUSINASI




OLEH :
WENSESLAUS AMSIKAN
06110276


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SURYA MITRA HUSADA KEDIRI
2013
LEMBAR PENGESAHAN


Laporan pendahuluan dengan halusinasi telah disetujui pada:
Hari                 :
Tanggal           :


Mahasiswa,


( Wenseslaus Amsikan )



Mengetahui,

         Pembimbing Lahan,                                               Pembimbing Akademik,


(                                                  )                                (                                             )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar