LAPORAN PENDAHULUAN
&
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes
Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000
).
Gangren
adalah proses atau keadaan yang ditandai
dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah
proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki
Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk
akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (
Askandar, 2001).
2. Anatomi
Fisiologi
Pankreas
merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke
limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas
terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah
pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak
tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon
langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang
menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan
berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil
adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m.
Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia,
mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel –
sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ),
jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ),
jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut,
dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop
pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh
darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel
beta yang normal dimana sel beta tidak
menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil
dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari
dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai
), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai
B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik
isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan
dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta
pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal
dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik
kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas
100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal
atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah,
faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina
merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama
insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
3.
Etiologi
a.
Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi
dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan
sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta
melepas insulin.
2. Faktor
– faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan
sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan
insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang
responsir terhadap insulin.
b.
Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b.
Angiopati diabetik
c.
Neuropati diabetik
Faktor eksogen
: a. Trauma
b.
Infeksi
c.
Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian
besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama
akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya
pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding
pembuluh darah.
3. Berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh.
Pasien
– pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi
glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena
tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi.
Hiperglikemia
yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer.
Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada
dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1.
Teori Sorbitol
Hiperglikemia
akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan
dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak
akan termetabolisasi habis secara normal
melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase
akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan
tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat
hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein,
terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada
protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular.
Terjadinya
Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati
dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki,
sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki,
sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien.
Angiopati akan menyebabkan terganggunya
aliran darah ke kaki. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat
asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh
terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Klasifikasi
Wagner
( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0
: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I
: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II
: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III
: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV
: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V
: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan
Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1.
Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai
akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran
klinis KDI :
-
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
-
Pada perabaan terasa dingin.
-
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
-
Didapatkan ulkus sampai gangren.
2.
Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan
otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering,
hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki
teraba baik.
6. Dampak masalah
Adanya
penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan
keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
a.
Pada Individu
Pola
dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah
mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui
perubahan tersebut.
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada
pasien gangren kaki diabetik terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
tentang dampak gangren kaki diabetuk
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena
itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2.
Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat
produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula
darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.
3.
Pola eliminasi
Adanya
hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien
sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ).
Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4.
Pola tidur dan istirahat
Adanya
poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu
tidur penderita mengalami perubahan.
5.
Pola aktivitas dan latihan
Adanya
luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6.
Pola hubungan dan peran
Luka
gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik
diri dari pergaulan.
7.
Pola sensori dan kognitif
Pasien
dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga
tidak peka terhadap adanya trauma.
8.
Pola persepsi dan konsep diri
Adanya
perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9.
Pola seksual dan reproduksi
Angiopati
dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
10. Pola
mekanisme stres dan koping
Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung
dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola
tata nilai dan kepercayaan
Adanya
perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki
tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola
ibadah penderita.
b.
Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota
keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam
reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh
seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu
perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi
keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga
tidak dapat menjalankan perannya.
B.
Asuhan keperawatan
Dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya
dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses
keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia
terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat
berhubungan dengan klien keluarga juga
orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan
kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses
keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai
dua kegiatan pokok, yaitu :
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan
dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan
fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1.
Anamnese
a.
Identitas penderita
Meliputi
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
b.
Keluhan Utama
Adanya
rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka
yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c.
Riwayat kesehatan sekarang
Berisi
tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d.
Riwayat kesehatan dahulu
Adanya
riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e.
Riwayat kesehatan keluarga
Dari
genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f.
Riwayat psikososial
Meliputi
informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
2.
Pemeriksaan fisik
a.
Status kesehatan umum
Meliputi
keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda
– tanda vital.
b.
Kepala dan leher
Kaji
bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c.
Sistem integumen
Turgor
kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu
kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d.
Sistem pernafasan
Adakah
sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e.
Sistem kardiovaskuler
Perfusi
jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
f.
Sistem gastrointestinal
Terdapat
polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g.
Sistem urinary
Poliuri,
retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h.
Sistem muskuloskeletal
Penyebaran
lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan
nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i.
Sistem neurologis
Terjadi
penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
3.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah :
a.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan
darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl.
b.
Urine
Pemeriksaan
didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c.
Kultur pus
Mengetahui
jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
b.
Analisa Data
Data
yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta
sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data
obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1.
Kebutuhan dasar atau fisiologis
2.
Kebutuhan rasa aman
3.
Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4.
Kebutuhan harga diri
5.
Kebutuhan aktualisasi diri
Data
yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan
tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan
dalam bentuk diagnosa keperawatan
meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial
dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan
keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
1.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya
/ menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh
darah.
2.
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya
gangren pada ekstrimitas.
3.
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan
iskemik jaringan.
4.
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa
nyeri pada luka.
5.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6.
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis )
berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
8.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,
perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9.
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan
bentuk salah satu anggota tubuh.
10. Ganguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3.
Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan
aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan
mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan
keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan
sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan
aktivitas keperawatan.
a.
Diagnosa no. 1
Gangguan
perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan
: mempertahankan sirkulasi perifer tetap
normal.
Kriteria
Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak
pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak
bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana
tindakan :
1.
Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional
: dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2.
Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan
aliran darah :
Tinggikan
kaki sedikit lebih rendah dari
jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional
: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3.
Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa
:
Hindari
diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional
: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian
vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional
: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara
rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b.
Diagnosa no. 2
Ganguan
integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan
: Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar
luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1.
Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional
: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada
luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional
: merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional
: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan
kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c.
Diagnosa no. 3
Ganguan
rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan
: rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 –
37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x
/menit ).
Rencana
tindakan :
1.
Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami
pasien.
Rasional
: untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.
Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya
nyeri.
Rasional
: pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam
melakukan tindakan.
3.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional
: Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional
: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
5.
Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan
pasien.
Rasional
: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
6.
Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat
luka.
Rasional
: massage dapat meningkatkan
vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat
memberikan rasa nyaman.
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional
: Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
d.
Diagnosa no. 4
Keterbatasan
mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan
: Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
1. Pergerakan paien bertambah
luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara
bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1.
Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki
pasien.
Rasional
: Untuk mengetahui derajat kekuatan
otot-otot kaki pasien.
2.
Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas
untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional
: Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
3.
Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat
ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional
: Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap
dapat terpenuhi.
5.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter (
pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional
: Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e.
Diagnosa no. 5
Gangguan
pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria
hasil : 1. Berat badan dan tinggi
badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana
Tindakan :
1.
Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional
: Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
diprogramkan.
Rasional
: Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3.
Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional
: Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu
indikasi untuk menentukan diet ).
4.
Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional
: Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian
insulin dan diet diabetik.
Rasional
: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat
penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f.
Diagnosa no. 6
Potensial
terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar
gula darah.
Tujuan
: Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria
Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak
ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas
normal ( S : 36 – 37,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan kadar
gula darah normal.
Rencana
tindakan :
1.
Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional
: Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu
menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional
: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi
kuman.
3.
Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan
penyebaran infeksi.
4.
Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik,
pengobatan yang ditetapkan.
Rasional
: Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan
tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil
kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika
dan insulin.
Rasional
: Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar
gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
g.
Diagnosa no. 7
Cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan
: rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria
Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan
sebab kecemasan.
2.
Emosi stabil., pasien tenang.
3.
Istirahat cukup.
Rencana
tindakan :
1.
Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional
: Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.
Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
Rasional
: Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.
Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional
: Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.
Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional
: Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam
melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5.
Berikan
keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu
berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan
akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6.
Berikan
kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional
: Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional
: lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
h.
Diagnosa no. 8
Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan
: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien
mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan
perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1.
Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang
penyakit DM dan gangren.
Rasional
: Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui
sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2.
Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional
: Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3.
Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional
: Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman.
4.
Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi
pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional
: Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang
dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.
Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika
ada / memungkinkan).
Rasional
: gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
i.
Diagnosa no. 9
Gangguan
gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan
: Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar
positif.
Kriteria
Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan
beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana
tindakan :
1.
Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan
gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi
secara normal.
Rasional
: Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2.
Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya
dengan pasien.
Rasional
: Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3.
Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada
pasien.
Rasional
: Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4.
Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang
lain.
Rasional
: dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan
menghilangkan perasaan terisolasi.
5.
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaan kehilangan.
Rasional
: Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6.
Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam
perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional
: Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
j.
Diagnosa no.10
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan
: Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria
hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2.
Pasien tenang dan wajah segar.
3.
Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana
tindakan :
1.
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional
: Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2.
Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional
: mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika
tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.
Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang
lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional
: Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan
dirasakan pasien.
4.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan
teknik relaksasi .
Rasional
: Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik
relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.
Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional
: Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat
gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan
adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat
dengan selalu memperhatikan keamanan
fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang
meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari
proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah
dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif
dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1.
Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam
waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2.
Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi
tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3.
Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali
menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
Daftar Pustaka
Carpenito,
L.J., (1999). Rencana Asuhan &
Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa
Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999).
Perencanaan Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC
Makalah
Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer,
Arif., et all. (1999). Kapita Selekta
Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Price,
Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi.
Ed. I. Jakarata : EGC.
PENGKAJIAN
Tanggal
masuk : 11-11 -2002 Jam masuk : 23.20 WIB
Ruang
: Interna Laki I No. Reg : 10217673
Pengkajian
: 18-11-2002
A. Identitas
Nama Pasien : Tn. R
Umur : 53 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Manukan
Kesuma, Surabaya
B. RIWAYAT
KEPERAWATAN
1. Riwayat Masuk Rumah Sakit :
Klien datang dengan diantar oleh
keluarganya setelah mengalami kelemahan dan merasa pusing. Klien merasa
badannya terasa berat. Klien memiliki riwayat penyakit kencing manis.
Hal yang paling dirasakan saat ini adalah sesak nafas. Sesak dialami oleh
klien dirasakan sejak tanggal 16 Januari 2002 dan dirasakan semakin berat bila
klien duduk di tempat tidur. Sesak nafas dirasakan berkurang bila klien
berbaring di tempat tidur, namun sesak tidak hilang. Sesak dirasakan hingga
membuat klien tidak mampu untuk berdiri atau berjalan dari tempat tidur. Sesak
dirasakan pada seluruh lapang dada namun tidak mengalami nyei pada saat
bernafas.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien menyatakan tidak menderita penyakit jantung, paru, gondok,
Namun klien menderita sakit kencing manis dan diketahi sejak umur 40 tahun
(sepuluh tahun yang lalu) dan biasa berobat (kontrol) di Puskesmas. Klien juga mengalami gangren sejak sekitar 4
tahun yang lalu. Sakit yang bisa dialami klien hanyalah demam biasa atau pilek
yang biasanya sembuh dengan membeli obat dari warung
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga
menyangkal adanya penyakit Kencing Manis yang diderita oleh keluarga klien,
penyakit jantung.
Genogram :
Pria
Wanita
Klien
4. Kebutuhan Dasar Khusus
a. Breath (pernafasan)
S ubyektif : -
Obyektif :
Pernafasan 36 X/menit, Kusmaull, Hidung bersih sebelah kanan terpasang NGT,
discart (-), pernafasan cuping hidung (-). Suara nafas tidak ada stridor, vesikuler
pada lapang paru.
b. Blood (Kardiovaskuler)
Subyektif : -
Obyektif :
Nadi 118 X/mnt, reguler kuat;TD : 140/90 mmHg, Suara Jantung S1S2
tanpa suara tambahan, mur-mur/split (-),
Kulit Pucat, CRT 2 menit.
c. Brain (Persyarafan)
Subyektif : -
Obyektif :
GCS 3 (M 1 V 1 E 1), Refleks pupil (+)
isokhor, gelisah, koordinasi gerak tidak terkaji.
d. Bowel (Pencernaan)
Subyektif : -
Obyektif :
Mulut kotor,bibir kering, lidah tidak tremor, pharing tidak hiperemis,
nafas bau aseton, pembesaran kel leher (-). Abdomen supel simetris, masa (-)
skibala tidak teraba, pembesaran hati (-) limpha (-) ascites (-). Bising usus
(+) tidak meningkat. b.a.b belum sejak dua hari yang lalu.
e. Bladder (Perkemihan)
Subyektif : -
Obyektif :
Distensi kandung kemih (-), Produksi urine 1400 cc/24 jam, warna kuning
jernih. Terpasang kateter
f. Bone (Muskuloskeletal)
Subyektif : -
Obyektif :
Kekuatan otot tidak terkaji, atropi otot tidak ditemukan, deformitas
ekstremitas tidak ditemukan, Kemampuan bergerak tidak beraturan kuat.
g. Skin (Integumen)
Subyektif : -
Obyektif :
BB saat masuk 53 kg, TB 149 Cm. Warna kulit pucat, cyanosis (-) Icterus
(-), spider nevi/perdarahan kulit (-) lesi
(-) oedema (-)
Data Laboratorium
Tanggal 10 Juli
2001
Hb : 15, 6 mg%
PCV : 0,48 ( 0,38 – 0,42)
Leukosit : 4.5000 (< 100.000)
Trombosit : 387
Glukosa : 651 mmol
SGOT : 31
Kreatinin : 1,56
Analisa Darah
pH : 7,429 (7,35 – 7,54)
pCO2 : 18,9 mmol (25 – 45 mmol)
pO2 : 10,8 mmol ( 80 – 104 mmol)
HCO3 : 12,2 mmol (21 – 25 mmol)
O2 sat : 98,3 %
Elektrolit :
K : 6,45 mEq (3,8 – 5,0 mEq)
Na : 115 mEq (136 – 144 mEq)
Cl : 105 mEq (105 – 120 mEq)
Urinalisis
Eritrosit 3 – 4,
Leukosit 5 – 6, Epitel 9 – 11, Kristal -
, Kuman (+)
Analisa Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DS : -
DO :
Pernafasan kusmaull,
RR 36 X/mnt
GCS 3 (M1 V1
E1)
HCO3 12,2 mmol
|
Penurunan
insulin/reseptor insulin
Peningkatan
katabolisme tubuh
(glukolisis,
glukoneolisis)
Peningkatan
produk keton dan peningkatan keasaman darah
Kompensasi
melalui pernafasan dengan peningkatan RR dan pola
|
Pernafasan
|
DS : -
DO :
GDA : 651
PCV 4,8
Na 115 mEq
Bibir kering
|
Peningkatan
kadar glukosa darah
Hiperosmolaritas
organ
Dehidrasi
jaringan (sel)
|
Keseimbangan cairan dan elektrolit
|
DS : -
DO :
Gelisah
GCS 3 (M1 V1
E1)
|
Hiperosmolaritas Peningkatan keton
Sirkulasi otak
< Keracunan otak
Penurunan
kesadaran
Gelisah
|
Keamanan/
keselamatan
|
DS : -
DO :
Kesadaran
menurun
GCS 3 (M1 V1
E1)
Kemampuan makan
(-)
Terpasang NGT
|
Penurunan
Insulin/ggn reseptor
Uptake sel
<<
Rangsang
Katabolisme >>
Pemakaian
simpanan energi >>
Energi >>
|
Nutrisi
|