L A P O R A N
ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TETANUS
Oleh:
NAMA : WENSESLAUS
AMSIKAN
NIM
: 06110276
PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA
HUSADA
KEDIRI
2010
I . Pendahuluan :
Penyakit
tetanus addalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh kuman Cloctradium tetani
yang dimanifestasikan berupa kejang otot proksimal, diikuti oleh kekuatan otot
seluruh tubuh. Kekuatan tonos otot ini selalu tampak pada otot maseter dan otot
– otot rangka.
II. Etiologo:
Clastradium tetani adalah kuman berbentuk batang, rangping berukuran
2-5x0,4-0-0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk dalam golongan gram
positif dan hidup anaerob. Spora dewasamempunyai bagian yang bergenderang (
drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neorotoksik. Toksik ini
(tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot daqn syaraf ferefer
setempat. Toksin labil pada pemanasan pada suhu 65 derajat celcius akan hancur
dalamwaktu5 menit. Disamping itu dikenal juga tetanolisin yang bersifat
hemolisis yang perannya kurang berani dalam proses hemolisis.
III. Epidmiologi :
Di
Amerika rata-rata usia pasien tetanus berkisar antara 50 s.d 57 tahun. Tetanus
juga dapat menyerang semua golongan umur : bayi (tetanus neonatorum). Dewasa
muda (biasanya pecandu narkotik) Kuman ini bisa tersebar luas diseluruh tanah
terutama tanah garapan yang berasal dari kotoran hewan.
IV. Patofisiologi :
Luka
yang terjadi karena tusukan paku , besi, kaleng/ bekas tusuk sate yang kotor
cenderung tertutup dan menyebab keadaan kotoran anaerob didalam luka,merupakan
media yang sangat baik bagi kuman clostridium tetani . Cara penyebaran toksin
oleh kuman terjadi dalam 2 cara yaitu
diabvsorbsi melalui ujung syaraf motorik dan malalui susunan limpatik dan ikut
aliran darah arteri . Setelah terjadi toksik terjadi perubahan serangan akan
timbul gelala-gejala kejang tetani yang khas.
V. Gejala Klinis
:
Masa
inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya
mendadak yang didahului oleh ketegangan otot pada rahang dan leher. Timbul
kesukaran membuka mulut, (trismus) karena spasmus otot masseter. Kejang ototini
akan berlanjut kekuduk dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila
serangan toksik sedang sering tampak rimus sardonikus karena spasmus otot muka
dengan gambaran alis tertarik keatasdan sudut mulut tertarik keluar dankebawah
, bibir tertekan kuat pada gigi . Gambaran umum
yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus ,tungkaidalam
keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengapel, biasanya kesadaran tetap
baik.
Secara umumdalam kurun waktu kurang lebih 48 jam penyakit
tetanus menjadi nyata
terlihat dengan
gambaran klinis sebagai berikut :
1. Tetanus : karena spasmus otot-otot matikatoris ( otot
pengunyah).
2. Kaku kuduk sampai
epistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector tungkai).
3. Ketegangan otot
dinding perut (perut kaku seperti papan).
4. Kejang tonis
teritama bila dirangsang karena toksin yang tendapat di komus
anterior.
5. Resus sardonikos karena spasme otot muka (
alis tertarik keatas,sudut muka
tertarik keluar
dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)
6. Kerusakan
menelan, gelisah ,mudah terrangsang, nyeri kepala, nyeri anggota
badan
7. Spasme yang khas
yaitu badan kaku dengan epitotonus, ektrimitas inferior dalam
keadaan ektensi,
lengan kaku dan tangan mengepal kuat .
8. Asfiksia dan
sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.
9. Panas biasanya
tidak terlalu tinggi.
10. Biasanya terdapat leukositisis ringan dan kadang-kadang
peninggian tekanan
cairan otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium :
1. trismus ( 3cm) tampa kejang
tonik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih
kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3. Trismus ( 1 cm) dengan kejang
tonik umum spontan
Penilaian tetanus berdasarkan Phillip skore :
Gardasi Penyakit :
1. Masa inkubasi :
- < 2 hari -
Nilai 5
- 2-5 hari - “
4
- 6-8 hari
- “ 3
- 11-14 hari - “
2
- > 15 hari - “
1
2. Tempat infeksi :
- Umbilikus - Nilai
5
- Kepala/leher - “
4
- Badan
- “ 3
- Ektrimitas atas
proksimal -
“ 3
- Ektrimitas bawah
proksimal - “
3
- Ektrimitasd atas
distal - “
2
- Ektrimitas bawah
distal - “
2
- Tidak
diketahui
- “ 1
3. Imunisasi :
- Belum pernah - Nilai 10
- Mungkin
pernah
- “ 8
- Pernal > 10 th
yang lalu - “
4
- Pernah < 10 th
yang lalu - “ 2
- Imunisasi
lengkap - “
0
4. Faktor penyerta :
- Trauma yg
mengancam jiwa - Nilai
10
- Trauma berat - “
8
- Trauma sedang -
“ 4
- Trauma ringan - “
2
- A.S.A derajat
1 - “
1
Faktor-faktor yg
mempengaruhi prognosa penyakit :
5. Derajat spasme :
- Epistotonus - Nilai
5
- Reflek spasme
umum - “
4
- Reflek
terbatas
- “ 3
- Spastisitas
umum
- “ 2
- Trismus - “
1
6. Frekue3nsi spasme
:
- Spontan > 3 x
/ 15 menit -
Nilai 5
- Spontan < 3 x
/ 15 menit - “
4
- Kadsang-kadang
spontan -
“ 3
- < 6 x / 12
jam
- “ 1
7. Suhu Badan :
- > 38,9 derajat
celcius -
Nilai 10
- 38,3 – 38,9
derajat celcius
- “ 8
- 37,8 – 38,2
derajat celcius
- “ 4
- 37,2 – 37, 7
derajat celcius
- “ 2
- 37,7 – 37,1 derajat celcius - “
0
8. Pernapasan :
- Tracheostomy - Nilai
10
- Henti napas
setiap konvulsi
- “ 8
- Henti napas
kadang setelah konvulsi - “
4
- Henti napas hanya
selama konvulsi - “
2
- Normal -
“ 0
VI. Pemeriksaan
Laboratorium :
Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang
didapat peningkatan tekanan cairan otak.
VII. Penatalaksanaan
:
1. Umum :
a. Merawat dan
membersihkan luka dgn sebaik-baiknya
b. Diet cukup
ka;lori dan protein ( bentuk makanan tergantungpada kemampuan
membuka mulut
dan menelan ).
c. Isolasi klien
untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tidakan thd
klien lainnya
d. Oksigen dan
pernapasan buatan dan tracheotomy kalau perlu.
e. Mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Obat-obatan :
a. Anti toksin .
Tetanus Imun Glubolin (TIG ) lebih dianjurkan pemakainnya di
bandingkan
dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Disis initial TIG
adalah 5000 U IM ( disis harian 500 – 6000
U ). Kalau tidak adaTIG diberi ATS
dgn dosis 5000
U IM dan 5000 U IV.
b. Anti kejang.
Beberapa obat
yg dapat diberikan :
Obat Dosis Efek samping
-
Diasepam 0,5 – 10 mg/kg BB
/24 jam IM - Sopor, koma
-
Meprobamat 300 – 400 mg/4 jam
IM - Tidak ada
-
Klorpromasin 25 – 75 mg /4 jam IM - Hipotensi
-
Fenobarbital 50 – 100 mg / 4
jam IM - Depresi nafas
VIII. Prognosis :
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yg dapat memperburuk
keadaan yaitu :
- Masa
inkubasi yg pendek ( 7 hari ).
- Neonatus
dan usia tua (lebih dari 55 th )
- Frekuensi
kejang yg sering
- Kenaikan
suhu badan yg tinggi
- Pengobatan
yg terlambat
- Periode
trismus dan kejang yg semakin sering
- Adanya
penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas
IX. Pencegahan :
- Mencegah
luka
- Merawat
luka secara adekuat
- Beri
ATS setelah luka
- Diluar
negeri dicegah dg pemberian TIG dan toksoid.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN
DENGAN
TETANUS
1. Pengkajian Keperawatan :
A.Identitas :
Nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan , dan alamat penting untuk
Mengetahui adanya
faktor resiko thd timbulnya serangan tetanus.
B.Pengkajian Data Klien
yg berhubungan dengan :
1. Aktifitas dan istirahat :
Gejala yg timbul
biasanya : berupa keletihan, keterbatasan dalam beraktifitas
dan bekerja yg
ditimbulkan oleh diri sendiri atau orang terdekat atau pemberi
asuhan
keperawatan.
Tandanya :
perubahan tonus dan kekuatan otot, gerakan involunter atau kontrasi
otot ataupun
kelompok otot.
2. Sirkulasi :
Gejala :
hipertensi, peningkatan nadi, sianosis atau bisa juga depresi dgn penurunan
Nadi dan RR dan
penurunan tanda vital
3. Integritas Ego :
Gejala : Sresor
internal dan ekternal yg berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan , peka
rangsangan, perasaan tidak ada harapan,atau tidak berdaya,
perubahan dalam
berhubungan.
4 Eliminasi :
Gejala :
inkontinensia episodic.
Tanda :
Penignkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter dan otot relaksasi
yg menyebabkan
inkontinensia.
5. Makanan dan Cairan
Gejala : Sensitif
thd makanan , mual, muntah, yg berhubungandengan aktifitas
kejang . Terjadi
hiperplasia dinggival ( efek samping pemakaian dilantin
Jangka panjang )
6. Neoru sensori :
Gejala : aktifitas
berulang, pingsan,pusing, infeksi serebri.
Tanda :
karakteristik kejang : prodromal, kejang umum, kejang parsial
( komplek),
kejang parsial sederhana.
7. Nyeri dan kenyamanan :
Nyeri otot punggung
ssakit kepala.
8. Pernafasan :
Gejala :, gigi
mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau cepat, peningkatan
sekresi mukus
sampai apnea.
9. Keamanan : adanya riwayat terjatuh atau trauma akibat
kejang.
10. Interaksi social : masalah dalam hubungan interpersonal,
social, penghidaran thd
rangsangan (isolasi ).
11. Penyuluhan atau pembelajaran berhubungan dengan faktore
resiko timbulnya
kejang yg
berulang, penanganan dan hal yg harus dilaporkan.
C. Pemerikasaan Diagnostik :
1. Elektrolit ( tidak seimbang sebagai pencetus kejang ).
2. Glukosa ( hipoglikemi sebagaipencetus kejang )
3. Ureum/ kreatinin ( peningkatannya dapat meningkatkan
resiko kejang)
4. Sel darah merah
5. Kadar obat dalam racun.
D. Prioritas Keperawatan :
1 Mencegah atau mengendaklikan aktifitas kejang
2. Melindungi klien dfari cedera atau akibat kejang
3. Mempertahankan fungsi nafas yg efektif
4. Meningkatkan pengetahuan klien
E. Diagnosa Keperawatan:
1. Resiko tinggi terhadap trauma atau penghentian pernafasan
b.d kehilangan
koordinasi otot-otot besar dan kecil.
Kriteria :
- Tidak
terdapatnya faktor resiko internal ataupun ekternal untuk memunculkan
serangan gagal
nafas.
- Menunjukkan
sikap yg dapat menghindari rangsang lingkungan aman dan sesuai
dengan indikasi.
- Pengobatan dapat
dipertahankan untukmengontrol aktifitas kejang dan pencegahan
Intervensi Keperawatan :
Intervensi
|
Rasaional
|
1. Gali bersama klien berbagai stimulus
pencetus kejang
2. Pertaahankan bantalan lunak, pada
penghalang
tempat tidur yg aman.
3. Pertahankan tirah baring secara ketat
jika klien
menunjukkan gejala
prodromal
kejang.
4. Tinggallah bersama klien bbrp lama
setelah
timbulnya kejang.
5. Miringkan kepala, masukkan tong
spatel kemulut,
dan lakukan
pengisapan.
6. Catat tipe aktifitas kejang
7. Kolaborasi pembelian obat-obat anti
kejang.
|
1. Untuk menghindari faktor resiko
terjadinya
kejang.
2. Untuk mencegah klien dari trauma.
3. Untuk mencegah/ mengambil
tindakan secara
mudah jika terjadi
serangan
kejang,klien bebas dari
trauma.
4. Mengobservasi timbul;nya serangan
kejang berulang.
5. Mencegah aspiras, gigitan lidah, dan
aspirasi oleh
cairan pd jalan nafas.
6. Memberi pengaman thd pencegahan
serangan kejang
berikutnya.
7. Mencegah terjadinya serngan kejang
yang berulang.
|
2. Bersihan jalan nafas atau pola nafas tidak efektif b.d
kerusakan neuro ,obstrusi
tracheobronchial.
Kriteri hasil :
- Mempertahankan
pola nafas yg efektif dgn jalan nafas paten atau aspirasi
dicegah .
Intervensi Keperawatan.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Anjurkan klien untuk mengosongkan
mulut dari benda
tertetu seperti gigi
palsu jika fase
aura terjadi atau tanpa
gejala kejang.
2. Letakkan klien pd posisi miring
permukaan datar
, miringkan kepala
selama serangan
kejang.
3. Tanggalkan pakain pd derah dada /
abdomen dan
leher.
4. Masukkan spatel lidah atau jalan nafas
buatan atau
gulungan benda lunak
sesuai indikasi.
5. Lakukan pengisapan sesuai indikasi
6. Berikan tambahan oksigen sesuia
indikasi.
7.Siapkan alat atau bantu intubasi jika
ada
indikasi.
|
1. Menurunkan resiko aspirasi atau
masuknya benda
asing ke faring.
2. Mencegah aspirasi.
3. Untuk memfasilitasi usaha bernafas
atau ekspansi
dada.
4. Untuk mencegah gigitan lidah,
mengefektifkan
jalan nafas.
5. Mempertahankan bersihan jalan nafas
6. Memenuhi kebutuhan klien terhadap
oksigen.
7. Menjaga jika terjadinya obstruksi
jala nafas.yg
permanent oleh
rangsangan
kejang.
|
3. Kurang pengetahuan atau kebutuhan bejar mengenai kondisi
dan aturan
penatalaksanaan
b.d kurangnya informasi , keterbatasan kognitif.
Kriteria hasil
: Mengungkakkan pemahaman tentang
gangguan dan berbagai
Rangsangan yg dapat
meningkatkan atau berpotensial pada aktifitas kejang, klien
Mentaati aturan
penetaksanaan .
Intervensi Keperawatan :
Intervensi
|
Rasional
|
1. Jelaskan mengenai penyakitnya,
patifisiologi,
gejala tanda serangan,
dan penenganan
yg dilakukan pada
saat serangan
timbul.
2. Jelaskan pentingnya minum obat
secara teratur.
3. Jelaskan pentingnya menghindari
rangsangan
sabagai faktor pencetus
terjadinya
serangan..
|
1. Klien mengerti tentang keadaan dan
mampu mengambil
tindakan yang
berguna untuk
dirinya.
2. Menghindari terjadinya serangan yang
disebabkab oleh
karena putus obat.
3. Klien dapat terhindar dari stimulus
terjadinya
serangan berulang.
|
A. PENGKAJIAN
1.
Identitas
Nama :
Ismanto
Umur :
42 tahun
Pekerjaan :
--
Agama :
Islam
Suku :
Jawa
Alamat :
Putat Jaya Timur IB / 10 RT 03.RW 02
2. Keluhan utama :
Kejang dan mulut sulit dibuka
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Mulut sulit dibuka dirasakan sejak Minggu 12 Mei 2002
(pk.18.30). Selanjutnya pk.01.10 dirasa tambah parah sehingga dibawa ke IRD
RSUD dr.Soetomo.
Riwayat luka (+) terkena tusuk kayu pada jari kelima
kaki kiri 7 hari sebelumnya.
Hasil pemeriksaan di IRD:
GCS :
4,5,6
Vital sign :
Tensi: 170/80 mmHg, Nadi: 90x/menit
RR: 20 x/menit
Nafas spontan.
Philip Score : 17
Terapy:
RL : D5 = 2 : 2
PPC : 3 x 1,5 juta unit
Valium 8 ampul / 24 jam
Tesogan 12 ampul
ATS 40.000 Unit.
Selanjutnya klien dirawat ruang bedah G.
Pada tgl. 14 Mei 2001, klien sesak (RR 36 x/menit)
tensi 210/110 mmHg, nadi 108 x/menit, kejang meningkat dan tonus otot
meningkat.
Pemeriksaan Lab.
Tgl. 14 Mei 2002 (pk.09.00), diketahui pH 7,116 PCO2: 60, PO2 : 82,1 HCO3 18,9 dan BE : -
10,5.
Tgl 14 Mei 2002 (pk.13.20) diketahui pH turun menjadi
6,876 PO2 : 70,1 PCO2:175,1 HCO3 : 31,7
BE: - 1,6
Tgl. 14 Mei (pk.15.00) pH 7,005 PO2 : 56,8
PCO2 : 139,2 HCO3: 34 BE: +2,8
Karena terjadi gagal nafas, maka selanjutnya pasien
dirawat di ICU GBPT pada hari yang sama.
Klien dipasang ventilator dengan mode IPPV, FiO2 : 40%
RR: 12x/mnt PEEP 5, selanjutnya pada tanggal 16 Mei 2002 mode ventilator
dirubah menjadi BPAP dengan FiO2 :
30% RR: 12 x/mnt PEEP : 5, hingga kemudian tgl 25 Mei 2002
mode dirubah menjadi CPAP dengan PEEP 5.
4.
Data Focus
4.1
Sistem Pernafasan
Pasien bernafas dengan bantuan ventilator
Mode: CPAP SPO2
: 100%
PEEP:5 RR
: 23x/mnt
FiO2 : 21 % Humidifier
: 38,50 C
Pasien terpasang trakeostomi logam.
Produksi secret meningkat, warna kekuningan
Ronchi (+) Gerakan
nafas sesuai irama ventilator
Ekspansi dada kiri / kanan sama
4.2
Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah :
140 / 80 mmHg
Nadi :
100 x/mnt regular
Jantung dalam batas normal
Perfusi jaringan baik dapat dilihat dari akral yang
kering, hangat dan merah.
cyanosis
(-) Hb: 8,7 mg/dl
4.3
Sistem Persyarafan
(Neuro-Sensori)
Kesadaran somnolens(GCS: 3, X, 6)
Pasien mendapatkan pengobatan diazepam secara
intermiten menggunakan syringe pump, pasien masih mengalami kejang parsial
terutama pada otot maseter dan otot bisep.
4.4
Sistem Perkemihan
Pasien terpasang dower kateter dari awal masuk dan
suda diganti pada tanggal 23 Mei 2002. Tanda-tanda infeksi pada orifisium
uretra (-), produksi urine 24 jam : 1.210 cc dengan warna kekuningan dengan bau
khas.Intake: 2.700 cc .
4.5
Sistem Pencernaan
Pasien terpasang sonde, diet TKTP cair 1700 cc, cairan KA EN Mg3 1000 cc
peristaltik (+) normal, BAB (+) satu kali sehari, diare (-).
4.6
Psikologis
Pasien ingin menyampaikan sesuatu, namun karena masih
terpasang trakeostomi, sehingga tidak dapat dimengerti.
Pemeriksaan Penunjang.
Tgl. 22 Mei 2002 pemeriksaan culture darah dan swab
tenggorokan dengan hasil tidak ada pertumbuhan bakteri aerob dan anaerob.
B.
RENCANA KEPERAWATAN
S : --
O :
Suara nafas ronchi (+)
Produksi secret meningkat
Kesadaran menurun (GCS:3,X,6)
Kejang parsial / tonus otot meningkat
A : Bersihan jalan nafas tak efektif b/d
peningkatan produksi secret.
P : Tujuan:
Bunyi nafas bersih
Ronchi (-)
Kanul traceostomi bebas
sumbatan.
Rencana Tindakan:
RENCANA TINDAKAN
|
RASIONALISASI
|
1.
Kaji suara nafas tiap 2 – 4 jam dan sewaktu-waktu kalau
diperlukan.
2.
Lakukan penghisapan bila terdengar ronchi, dengan cara:
Jelaskan pada pasien tentang tujuan
tindakan pengisapan.
Berikan oksigenasi dengan
O2 100% sebelum dilakukan pengisapan, minimal 3-5 kali.
Bekerja dengan
memperhatikan tekhnik septic dan aseptic.
Lakukan penghisapan
berulang-ulang sampai suara nafas bersih.
3.
Lakukan claping dan fibrasi.
4.
Pertahankan suhu humidifier
|
Mengevaluasi
ketidak efektifan jalan nafas.
Untuk
mempertahankan kebersihan jalan nafas sehingga pertukaran gas dapat terjadi
secara optimal.
Dengan
tindakan tersebut maka secret yang ada pada cabang-cabang bronkus dapat
berkumpul dan terdorong keluar pada ekspirasi, sehingga mudah dihisap.
Membantu
mengencerkan secret.
|
IMPLEMENTASI
Waktu
|
Tindakan
|
Evaluasi
|
27
Mei 02
09.00
09.30
12.00
13.45
28 Mei 02
08.00
12.00
29 Mei 02
08.00
11.30
|
Melakukan
penghisapan, claping dan fibrasi.
Mengobservasi
suhu humidifier
Mengkaji
suara nafas
Melakukan
penghisapan, claping dan fibrasi.
Mengkaji
bunyi nafas
Mengkai
suara nafas
Melakukan
penghisapan, claping dan fibrasi.
Mengkai
suara nafas
Melakukan
penghisapan, claping dan fibrasi.
Mengkaji
kebersihan jalan nafas
Melakukan
penghisapan, claping dan fibrasi.
Mengkaji
bersihan jalan nafas
|
Rhonchi
(-), suara nafas bersih. Secret (+) warna putih kekuningan.
Humidifier
teraba hangat dengan suhu 38,50 C
Ronchi
(+)
Rhonchi
(-), suara nafas bersih. Secret (+) warna putih kekuningan.
Ronchi
(-)
Ronchi
(+)
Rhonchi
(-), suara nafas bersih. Secret (+) warna putih kekuningan.
Ronchi
(+)
Rhonchi
(-), suara nafas bersih. Secret (+) warna putih kekuningan.
Sekret
keluar melalui canule dan terdengar stridor, Ronchi (+)
Jalan
nafas bersih, suara nafas: stridor (-) ronchi (-)
Jalan
nafas bersih, suara nafas normal.
|
S : --
O :
Pasien terpasang canule trakeostomi, dower cateter dan doble lumens
Suhu 37,80C, Cultur tanggal 23 dengan hasil
tidak ada pertumbuhan bakteri aerob dan anaerob, keadaan local pada area
pemasanagan tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, tumor dan
fungsiolesa).
A : Resiko
terjadi infeksi b/d dampak pemasangan alat-alat kesehatan.
P :
Tujuan :Selama pemakaian alat-alat kesehatan
tidak terjadi infeksi sekunder, dengan criteria
tidak ada tanda tanda general infeksi (peningkatan suhu tubuh,
pemeriksaan lab. Culture dan peningkatan lekosit) dan tanda-tanda local infeksi
(kalor, rubor, tumor dan fungsiolesa)
RENCANA TINDAKAN
|
RASIONALISASI
|
1.
Kaji tanda-tanda infeksi
2.
Rawat luka traceostomi dan canule dua kali sehari
3.
Kolaborasi pemberian diet TKTP
4.
Bekerja selalu dengan memperhatiakan konsep septic aseptic.
5.
Rawat dower cateter
dan doble canule sehari sekali.
6.
Periksa culture secret dan darah.
|
Deteksi dini terjadinya infeksi sekunder
Mengurangi resiko invasi kuman pathogen
Diet TKTP mampu meningkatkan daya tahan tubuh.
Mengeliminir resiko invasi kuman pathogen.
Mengurangi resiko invasi kuman pathogen
Untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan koloni
kuman pathogen.
Mengetahui terjadinya pertumbuhan coloni bakteri.
|
Implementasi
Waktu
|
Tindakan
|
Evaluasi
|
27 Mei 02
09.35
28 Mei 02
29 Mei 02
|
Merawat
luka traceostomi, canule, doble lumen dan cateter.
Merawat
luka traceostomi, canule, doble lumen dan cateter.
Merawat
luka traceostomi, canule, doble lumen dan cateter
|
Tanda-tanda
infeksi:
Rubor
(-), calor (-)
Tanda-tanda
infeksi:
Rubor
(-), calor (-)
Tanda-tanda
infeksi:
Rubor
(-), calor (-)
|
S : --
O :
Pasien dibantu dalam memenuhi kebutuhannya (ADL)
Pasien memakai ventilator
Kesadaran menurun dan memakai sonde
Kejang parsial (kaku pada otot maseter, lengan fleksi, otot perut)
KU lemah.
A :
Gangguan pemenuhan ADL b/d dampak kejang dan
kelemahan
P :
Tujuan : Kebutuhan pasien
atas perawatan diri (makan, mandi, berpakaian, toileting dan instrumental)
terpenuhi.
RENCANA TINDAKA
|
RASIONALISASI
|
1.
Beri pasien makan personde sesuai diet setiap 4 jam.
2.
Lakukan oral hygiene dua kali sehari pagi dan sore.
3.
Mandikan pasien dua kali sehari.
4.
Cuci rambut pasien tiga hari sekali
5.
Beri pasien pengalas disposibel untuk BAB.
6.
Rapikan penampilan pasien.
|
Dengan
tindakan-tindakan tersebut kebutuhan klien akan makan, kebersihan diri,
berdandan, toileting dan instrumental dapat terpenuhi.
|
Implementasi
Waktu
|
Tindakan
|
Evaluasi
|
27 Mei 02
08.00
08.30
08.45
11.00
13.00
28 Mei 02
08.00
08.30
08.45
11.00
13.00
29 Mei 02
08.00
08.30
08.45
11.00
13.00
|
Memberikan
makan pasien personde dan obat oral
Oral
Hygiene
Merapikan
penampilan pasien
Memberikan
pasien jus
Memberi
makan pasien personde dan obat oral
Memberikan
makan pasien personde dan obat oral
Oral
Hygiene
Merapikan
penampilan pasien
Memberikan
pasien jus
Memberi
makan pasien personde dan obat oral
Memberikan
makan pasien personde dan obat oral
Oral
Hygiene
Merapikan
penampilan pasien
Memberikan
pasien jus
Memberi
makan pasien personde dan obat oral
|
Pasien
makan 250 cc dan obat oral sudah diminum.
Mulut
bersih
pasien
tampak rapi.
Jus
masuk 200cc
Pasien
makan 250 cc dan obat oral sudah diminum.
Pasien
makan 250 cc dan obat oral sudah diminum.
Mulut
bersih
pasien
tampak rapi.
Jus
masuk 200cc
Pasien
makan 250 cc dan obat oral sudah diminum.
Pasien
makan 250 cc dan obat oral sudah diminum.
Mulut
bersih
pasien
tampak rapi.
Jus
masuk 200cc
Pasien
makan 250 cc dan obat oral sudah diminum.
|
S : pasien berusaha untuk mengatakan
sesuatu pada perawat, namun tidak jelas karena terpasang trakeostomi.
O : Pasien menggunakan traceostomi
A :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dampak pemasangan trakeostomi.
P :
Tujuan :
Pasien dapat menyampaikan keinginannya pada perawat.
Rencana Tindakan
|
Rasionalisasi
|
1.
Beri support pada pasien untuk mengungkapkan keinginannya.
2.
Gunakan close ended question dengan jawaban ya atau tidak
dalam setiap kontak dengan pasien.
3.
Gunakan abjad untuk membantu komunikasi.
|
Meningkatkan
motivasi pasien dan perhatian.
Dengan
bahasa yang simple dan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak akan
memudahkan pasien.
Karena
pasien tidak mampu menulis (tangan kaku) maka dengan menunjuk abjat dapat
menjembatani kemauan pasien.
|
Waktu
|
Tindakan
|
Hasil / Evaluasi
|
27 Mei 02
09.30
|
Mengkaji
kemampuan pasien untuk berkomunikasi.
Memberikan
tawaran pada pasien tentang cara berkomunikasi.
Menggunakan
abjat untuk membantu pasien berkomunikasi.
|
Ungkapan
pasien tidak dapat dimengerti, kedua tangan masih kaku dan fleksi.
Pasien
memberi isyarat setuju komunikasi dengan mempergunakan abjat.
Pasien
mengatakan ingin duduk.
|
C.
EVALUASI
Tanggal 29 Mei 2002, pk.13.15
1. DK. Bersihan jalan nafas tak
efektif b/d peningkatan produksi secret.
S : --
O :
produksi secret masih tinggi, pasien masih terpasang canule trakeostomi.
A : Untuk
sementara masalah teratasi.
P : Teruskan rencana awal, bila sudah
tidak kejang klien dilakukan managemen batuk produktif.
2. DK. Resiko infeksi b/d
dampak pemasangan alat-alat kesehatan (canule trakeostomi, dower cateter,
ventilator, doble lumen.
S : --
O : Klien sudah tidak memakai ventilator
(nafas spontan dengan masker trakeostomi 6 LPM), Dower cateter , NGT dan doble
lumen masih terpasang, tanda-tanda infeksi (-)
A : Masalah teratasi, namun selama
pemakaian alat-alat tersebut harus tetap diwaspadai terjadinya infeksi.
P : Lanjutkan rencana semula sampai
alat-alat tersebut dilepas.
3. DK. Gangguan pemenuhan ADL
b/d dampak kejang dan kelemahan.
S : --
O : pasien terpenuhi kebutuhannya akan
perawatan diri.
Tonus otot maseter, lengan, tungkai masih mengalami peningkatan,
sehingga pasien belum mampu /masih lemah.
A : Untuk sementara masalah teratasi
P : Lanjutkan rencana awal dan
selanjutnya kaji kejang yang terjadi pada pasien.
4. DK.
Gangguan komunikasi verbal b/d dampak pemasangan trakeostomi.
S : --
O : Pasien dapat mengungkapkan
keinginannya
A : Masalah teratasi.